linfo.id, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menilai program pengampunan pajak atau tax amnesty yang digelar berulang justru berpotensi menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak.
Pernyataan itu disampaikan Purbaya menanggapi masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
“Kalau amnesty berkali-kali, itu memberikan sinyal ke pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan ada amnesty lagi. Jadi posisi saya, kita optimalkan semua peraturan yang ada. Kita minimalkan penggelapan pajak, harusnya sudah cukup,” kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, pemerintah sebaiknya fokus mengoptimalkan regulasi yang sudah ada untuk menekan praktik penggelapan pajak. Langkah yang lebih penting saat ini adalah menjaga pertumbuhan ekonomi agar penerimaan negara tetap meningkat meski rasio pajak (tax ratio) konstan.
“Kalau tax amnesty diterapkan setiap beberapa tahun, masyarakat bisa salah menangkap pesan bahwa penghindaran pajak akan dimaafkan secara berkala,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Indonesia pernah menerapkan tax amnesty jilid I pada 2016-2017 dan jilid II pada 2022.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyebut tax amnestyseharusnya menjadi fondasi reformasi sistem perpajakan yang menyeluruh dan berkelanjutan, bukan sekadar pengampunan kesalahan masa lalu.
“Kalau pengampunan pajak hanya jadi pengampunan atas kesalahan masa lalu tanpa reformasi sistem, kita hanya mengulang kesalahan,” kata Vaudy.
Ia menegaskan perlunya reformasi kelembagaan, penguatan kepatuhan, serta pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Infrastruktur kepatuhan dan sistem pelaporan aset juga harus diperkuat, serta tidak mengulang tax amnesty dalam waktu dekat untuk menjaga kredibilitas sistem perpajakan.
Vaudy menyebut potensi tax amnesty dalam mengalihkan ekonomi bawah tanah (underground economy) ke sektor formal dapat mendorong peningkatan tax ratio dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
“Kalau tax ratio sudah tinggi dan kepatuhan sudah mapan, tentu kita tidak butuh lagi tax amnesty. Sekarang program ini bisa jadi alat transisi menuju sistem pajak yang lebih sehat,” ujarnya.
Sekretaris Umum IKPI, Associate Professor Edy Gunawan, menambahkan tax amnesty 2016 mampu mengungkap harta sebesar Rp 4.884 triliun. Namun, ia mengingatkan bahwa jika program ini terlalu sering digelar dalam waktu pendek, efektivitasnya akan menurun.
“Kalau diberi jeda 10 hingga 15 tahun, dampaknya lebih kuat pada penerimaan maupun kepatuhan wajib pajak,” kata Edy.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sebelumnya telah menyetujui RUU Perubahan Kedua Prolegnas Prioritas 2025. Kini terdapat 52 RUU yang menjadi prioritas pembahasan, termasuk RUU Pengampunan Pajak.
Dengan demikian, IKPI berharap pemerintah tidak memandang tax amnesty hanya sebagai solusi jangka pendek, tetapi sebagai momentum membangun arsitektur kepatuhan pajak jangka panjang.





