Linfo.id, Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengukuhkan Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (15/7/2024) malam.
IPPAT merupakan mitra Kementerian ATR/BPN yang bergerak di bidang pertanahan, khususnya dalam pembuatan akta tanah. AHY mengatakan bahwa pertanahan menjadi isu mendasar mengingat bukan hanya menyangkut masyarakat, tetapi juga korporasi hingga negara.
“Karenanya kami hanya ingin berbuat yang terbaik mencapai target-target atau progres yang juga siginifikan agar bisa menuntaskan masalah-masalah pertanahan dan tata ruang sehingga keadilan dan kesejahteraan benar-benar bisa hadir,” kata AHY.
Adapun pada hari yang sama, AHY bersama Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah yang terdiri dari Kementerian ATR/BPN, Kepolisian, dan Kejaksaan mengungkap kasus mafia tanah di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
“Ini yang harus kita lakukan setiap saat, lebih dari Rp 3,4 triliun yang bisa kita selamatkan dan ini sesuatu yang besar karena investasi yang harusnya masuk dan bergulir itu terhambat dan terbelenggu karena tanahnya masih dikuasai oleh para mafia tanah,” tutur AHY.
Menurut AHY, terjadinya penggunaan akta otentik yang dipalsukan oleh mafia tanah menjadi peringatan kepada semua pihak, termasuk para notaris, untuk lebih berhati-hati dan teliti ketika memproses permintaan pembuatan akta tanah.
“Pastikan bahwa hak kepemilikan tanah yang akan diproses itu sesuai dengan data asli yang sah. Jika ada dugaan ketidakabsahan, segera laporkan atau segera cabut akta tersebut, dan jangan ada notaris atau pejabat pembuat akta tanah yang menjadi bagian dari mafia tanah,” jelasnya dalam Konferensi Pers Pengungkapan Tindak Pidana Pertanahan di Provinsi Jawa Tengah yang disiarkan kanal Youtube Kementerian ATR/BPN pada Senin (15/7/2024).
Pesan kedua, semua pihak diminta berhati-hati setiap melakukan proses transaksi jual beli, baik tanah maupun properti. Seperti halnya pada kasus mafia tanah yang kedua, meski nilai potensi kerugiannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kasus pertama, hal ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Lakukan verifikasi dokumen. Jika tidak yakin datanglah ke kantor-kantor pertanahan setempat. Ketidakcermatan dalam proses jual beli ini dapat membuka peluang bagi merebaknya kasus-kasus penipuan dan penggelapan dan masyarakat akhirnya kembali menjadi korban,” terangnya.
Terakhir, AHY meminta masyarakat untuk menelantarkan tanahnya. Sebaiknya tanah tersebut dirawat atau bahkan dipergunakan agar tidak dikuasai pihak lain.
“Jika memiliki kemampuan (finansial), pasanglah patok-patok batas, secara fisik paling tidak itu mencegah orang-orang yang memang kerjanya mengitari daerah-daerah lokasi-lokasi yang tidak dihuni, seolah ditelantarkan, kemudian itu rentan diserobot mafia tanah,” tutup AHY.