SEJARAH: Kisah Tragis Marie Antoinette, Akhiri Monarki Prancis

Linfo.id, Jakarta – Marie Antoinette dicatat sejarah dengan dua wajah berbeda. Oleh lawan politiknya, ratu terakhir Prancis ini digambarkan sebagai sosialita yang doyan hura-hura, sombong, penghasut, penimbun harta dan gila seks.

Namun dalam beberapa literatur berbeda, Marie justru diingat sebagai ratu yang humanis.

Ia, misalnya disebutkan gemar mengunjungi keluarga miskin seraya berderma, atau membangun rumah untuk ibu-ibu yang tidak menikah. Marie bahkan pernah membaptis seorang anak Afrika, yang dihadiahkan kepadanya sebagai budak.

Marie Antoinette (2 November 1755 – 16 Oktober 1793) lahir di Austria, anak dari Maria Theresa dan Franz I, Kaisar Romawi Suci. Sebagai simbol koalisi kedua kerajaan, Marie dinikahkan dengan Louis-Auguste, pewaris tahta Prancis pada April 1770.

Baca Juga  BPKH Raih Penghargaan Best Social Media dari SPS

Empat tahun kemudian Louis-Auguste naik tahta sebagai raja Louis XVI, dan Marie otomatis menyandang gelar permaisuri Prancis.

Sayangnya Louis XVI memulai kuasa saat Prancis sedang dilanda krisis keuangan. Ia menghadapi utang kerajaan yang tak terkendali, dan diperparah oleh kebijakan pajak yang tak seimbang.

Ketidakcakapan Louis XVI memerintah, membuat sentimen anti kerajaan menyeruak.

Kebencian rakyat terhadap monarki berlipat ganda, akibat rumor tentang gaya hidup Marie yang glamour. Kebiasaan borosnya dianggap sebagai salah satu biang krisis, hingga Marie dijuluki sebagai Nyonya Defisit.

“Hidup susah membuat orang mudah marah”

Itulah yang dijadikan bahan bakar oleh politisi radikal popular, Maximilien de Robespierre, untuk menyerukan penghapusan sistem monarki absolut.

Baca Juga  BPKH Raih Penghargaan Best Social Media dari SPS

Hingga akhirnya pada September 1792, lebih kurang 18 tahun sejak Louis XVI naik tahta, konvensi nasional sepakat membubarkan kerajaan dan mengumumkan berdirinya Republik Prancis dengan slogan yang melegenda; Liberté, Egalite, Fraternité! Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan.

Balas dendam pun dimulai.

Awal tahun 1793, Louis XVI divonis mati atas tuduhan pengkhianatan. Ia dieksekusi dengan cara dipenggal menggunakan guillotine pada 21 Januari 1793.

Sang istri bernasib sama. Ia diseret ke pengadilan dengan tuduhan pengkhianatan, pencurian dan pelecehan seksual terhadap putranya sendiri.

Sebagai pihak yang kalah, ujung pengadilan mudah ditebak.

Hanya butuh dua hari persidangan, Marie Antoinette diputus bersalah lalu dijatuhi hukuman mati. Dan pada 16 Oktober 1793, kira-kira 230 tahun silam, tubuh Marie dipisah paksa dengan kepalanya melalui hentakan guillotine.

Baca Juga  BPKH Raih Penghargaan Best Social Media dari SPS

Kata-kata terakhir Marie terdengar rendah hati. Saat digiring ke panggung eksekusi, ia tak sengaja menginjak kaki sang algojo.

Kepada orang yang akan memancung lehernya, Marie pun berkata “Maafkan saya, tuan. Saya tidak bermaksud melakukannya”.

Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *